Skip to main content

Laporan terbaru WHO mengungkap kenyataan mengejutkan. Lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan kesehatan mental, terutama depresi dan kecemasan. Kondisi ini kini menjadi salah satu penyebab terbesar kecacatan jangka panjang dan membawa dampak ekonomi yang signifikan. WHO menegaskan bahwa masalah ini tidak bisa lagi dipandang sebagai isu sampingan. Kesehatan mental harus menjadi prioritas utama dalam sistem pelayanan global.

Data menunjukkan lebih dari 727 ribu orang meninggal karena bunuh diri pada 2021. Angka ini mencerminkan betapa seriusnya dampak kesehatan mental yang tidak tertangani. Perempuan tercatat lebih banyak terdampak dibandingkan laki-laki, meski di berbagai kelompok usia gangguan ini hadir secara merata. WHO menilai situasi ini sebagai krisis senyap yang terus membesar.

Perbedaan antara negara maju dan negara berkembang sangat nyata. Di negara berpenghasilan tinggi, lebih dari separuh populasi yang membutuhkan layanan kesehatan mental berhasil mendapatkan akses. Namun di negara berpenghasilan rendah, angka ini bahkan tidak sampai sepuluh persen. Layanan yang tersedia masih sangat minim, baik dari sisi fasilitas maupun tenaga profesional. WHO menegaskan bahwa kesenjangan ini berpotensi memperdalam ketidaksetaraan global.

Upaya yang Sudah Dilakukan

Meski tantangan besar masih menghadang, beberapa perkembangan positif patut dicatat. Banyak negara telah memperbarui kebijakan kesehatan mental dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia. Integrasi layanan ke dalam perawatan primer juga mulai berjalan. Sekitar tujuh dari sepuluh negara telah memenuhi sebagian besar kriteria WHO dalam hal ini. Layanan dukungan psikososial dalam situasi darurat pun meningkat pesat. Lebih dari 80 persen negara kini mampu menyediakannya, naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2020.

Namun transisi ke perawatan berbasis komunitas masih berjalan lambat. Hanya kurang dari sepuluh persen negara yang benar-benar meninggalkan model rawat inap besar. Rumah sakit kejiwaan masih menjadi pusat utama layanan, dengan banyak pasien dirawat secara paksa dan sebagian tinggal lebih dari satu tahun. Kondisi ini memicu kritik keras karena berpotensi melanggar hak pasien.

WHO juga mencatat bahwa sebagian besar negara masih mengalokasikan anggaran yang sangat kecil. Rata-rata hanya dua persen dari total anggaran kesehatan digunakan untuk program kesehatan mental. Angka ini tidak berubah sejak 2017, meski kebutuhan terus meningkat. Tenaga kerja di bidang ini juga terbatas, dengan rata-rata hanya 13 pekerja kesehatan mental untuk setiap 100 ribu penduduk. Negara berpenghasilan rendah bahkan jauh di bawah angka tersebut.

Dampak Ekonomi dan Seruan Global

Krisis kesehatan mental memiliki implikasi ekonomi yang sangat besar. WHO memperkirakan depresi dan kecemasan saja sudah menimbulkan kerugian global hingga satu triliun dolar Amerika setiap tahun akibat hilangnya produktivitas. Angka ini belum termasuk biaya tidak langsung dari beban keluarga dan sistem sosial. Tekanan ekonomi inilah yang membuat WHO mendesak negara-negara meningkatkan pembiayaan dan memperkuat sistem layanan.

Direktur Jenderal WHO menyatakan bahwa kesehatan mental adalah hak dasar setiap manusia, bukan layanan tambahan. Negara diminta berani mengambil langkah berani dengan memperluas layanan, melatih tenaga profesional, dan memperbarui undang-undang sesuai standar hak asasi manusia. Hanya dengan upaya bersama, beban satu miliar orang ini bisa dikurangi secara signifikan.

Situasi ini sekaligus menjadi peringatan bahwa masalah kesehatan mental tidak hanya menyangkut individu. Gangguan yang tidak tertangani bisa menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang jauh lebih luas. Karena itu, WHO mengajak pemerintah, lembaga internasional, dan sektor swasta untuk terlibat aktif. Dunia harus berinvestasi pada generasi yang lebih sehat, baik secara fisik maupun mental.

Krisis kesehatan mental global telah mencapai titik kritis. Lebih dari satu miliar orang terjebak dalam beban yang tidak terlihat. WHO sudah mengingatkan bahwa aksi nyata harus segera dilakukan. Perubahan kebijakan, peningkatan anggaran, dan penguatan layanan berbasis komunitas menjadi kunci keberhasilan. Jika langkah ini tidak segera diambil, dunia akan terus menanggung beban sosial dan ekonomi yang semakin berat.

Leave a Reply